GADO-GADO
Bersama : Pak Tinus
(Praktisi Psikologi
Industri, Ilmuwan Psikologi anggota Himpunan Psikologi Industri)
MELATIH DIRI MENJADI
PEMIMPIN. Saya tidak pernah mengatakan bahwa menjadi pemimpin itu lebih baik
daripada menjadi anak buah. Masing-masing adalah penggilan hidup. Sama seperti
tidak semua orang bisa menjadi seniman, atau tidak semua orang bisa menjadi
ilmuwan. Semua sama baiknya asalkan dijalani dengan sungguh-sungguh.
"Tetapi apakah
ada ciri-cirinya bahwa seseorang itu panggilan hidupnya menjadi pemimpin atau
tidak?" tanya Slontrot.
"Ada," jawab
saya. "Dilihat saja apakah sejak SD atau SMP dia itu sudah biasa menjadi
panutan atau pelopor bagi teman-temannya".
Ini wajar saja. Saya
punya teman yang sejak SD terlenal pandai menggambar. Di SMP dia juga terkenal
pandai menggambar. Di SMA dia juga terkenal pandai menggambar. Tidak heran
kalau dia kemudian kuliah di Arsitektur ITB, dan sekarang menjadi arsitek
terkenal.
"Jadi, tidak bisa
ya....seseorang diikutkan training tentang kepemimpinan, kemudian dia jadi
pemimpin ?" tanya Slontrot.
"Harus ada
prosesnya. Tidak bisa langsung jadi pemimpin....dan yang namanya berproses itu
pasti belajar setahap demi setahap," jawab saya.
* * * * *
Di tempat kerja,
seringkali terjadi salah persepsi dalam membedakan karyawan yang produktif
sebagai anak buah dengan karyawan yang punya potensi untuk dilatih supaya
kompeten menjadi pemimpin. Harus dipahami bahwa tidak setiap anak buah yang
produktif dapat dilatih supaya kompeten menjadi pemimpin, sebab hanya anak buah
yang punya potensi menjadi pemimpinlah yang seharusnya dilatih supaya kompeten
menjadi pemimpin.
"Kamu tidak
pernah bisa mengajar anak sapi untuk terbang," kata saya kepada Slontrot.
"Meskipun itu adalah anak sapi yang sehat dan kuat, dia tetaplah anak
sapi, dan anak sapi memang tidak pernah bisa terbang, bahkan ketika dia sudah
menjadi sapi dewasa sekalipun. Tetapi dia bisa menjadi sapi yang gemuk dan
sehat, sebagaimana anak sapi seharusnya".
-----oOo-----
Tidak ada komentar:
Posting Komentar