"Menyejahterakan Keluarga"
Oleh :
Constantinus
(Ilmuwan Psikologi, Praktisi Psikologi
Industri)
*****
"Buat apa kamu bekerja ?" tanya Slontrot kepada saya. Saya heran,
Slontrot mengajukan pertanyaan yang filosofis seperti ini.
"Untuk menyejahterakan keluarga," jawab saya.
"Lho, bukan untuk memajukan perusahaan ?" tanya Slontrot.
"Bukan. Memajukan perusahaan hanyalah cara yang saya pilih untuk
menyejahterakan keluarga," jawab saya.
"Memangnya ada cara lain untuk menyejahterakan keluarga ?" tanya
Slontrot lagi.
"Ada. Dengan menggerogoti perusahaan. Tapi saya tidak mau cara ini.
Sebab, kesejahteraan buat keluarga dengan cara ini tidak langgeng," kata
saya.
*****
Di tahun 2004 sampai 2005, saya bertemu orang yang menyejahterakan
keluarganya dengan cara menggerogoti perusahaan di mana dia bekerja. Dengan
berbagai cara, orang ini selalu membuat celah supaya dapat mengambil keuntungan
pribadi. Tidak heran, perusahaan di mana dia bekerja akhirnya bangkrut.
Menariknya, orang ini kemudian membuat usaha sendiri. Dan tidak
mengherankan juga, usaha yang dirintisnya itu bangkrut juga.
"Apa penyebabnya ?" tanya Slontrot.
"Dia tidak punya pengalaman membesarkan perusahaan. Selama bekerja di
perusahaan milik orang lain, dia memupuk kompetensi menggerogoti perusahaan
itu. Dia tidak punya kompetensi membesarkan perusahaan. Maka, perusahaan yang
dirintisnya bangkrut," jawab saya.
Apa yang bisa dipelajari dari pengalaman nyata di atas adalah bekerjalah
dengan penuh tanggung jawab untuk menyejahterakan keluarga, meskipun perusahaan
itu adalah milik orang lain. Orang yang bekerja dengan penuh tanggung jawab
untuk membesarkan perusahaan sebenarnya memupuk kompetensi pribadi.
----- oOo -----
Penulis:
Constantinus
Penulis adalah ilmuwan psikologi,
kandidat psikolog industri & organisasi,
praktisi manajemen sumberdaya manusia,
komisaris BPR Restu Group,
dan anggota Keluarga Sabuk Hitam INKADO Jawa Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar