Sabtu, 09 Desember 2017

Menyejahterakan Keluarga



"Menyejahterakan Keluarga"

Oleh :
Constantinus
(Ilmuwan Psikologi, Praktisi Psikologi Industri)

*****


"Buat apa kamu bekerja ?" tanya Slontrot kepada saya. Saya heran, Slontrot mengajukan pertanyaan yang filosofis seperti ini.

"Untuk menyejahterakan keluarga," jawab saya.

"Lho, bukan untuk memajukan perusahaan ?" tanya Slontrot.

"Bukan. Memajukan perusahaan hanyalah cara yang saya pilih untuk menyejahterakan keluarga," jawab saya.

"Memangnya ada cara lain untuk menyejahterakan keluarga ?" tanya Slontrot lagi.

"Ada. Dengan menggerogoti perusahaan. Tapi saya tidak mau cara ini. Sebab, kesejahteraan buat keluarga dengan cara ini tidak langgeng," kata saya.


*****

Di tahun 2004 sampai 2005, saya bertemu orang yang menyejahterakan keluarganya dengan cara menggerogoti perusahaan di mana dia bekerja. Dengan berbagai cara, orang ini selalu membuat celah supaya dapat mengambil keuntungan pribadi. Tidak heran, perusahaan di mana dia bekerja akhirnya bangkrut.

Menariknya, orang ini kemudian membuat usaha sendiri. Dan tidak mengherankan juga, usaha yang dirintisnya itu bangkrut juga.

"Apa penyebabnya ?" tanya Slontrot.

"Dia tidak punya pengalaman membesarkan perusahaan. Selama bekerja di perusahaan milik orang lain, dia memupuk kompetensi menggerogoti perusahaan itu. Dia tidak punya kompetensi membesarkan perusahaan. Maka, perusahaan yang dirintisnya bangkrut," jawab saya.

Apa yang bisa dipelajari dari pengalaman nyata di atas adalah bekerjalah dengan penuh tanggung jawab untuk menyejahterakan keluarga, meskipun perusahaan itu adalah milik orang lain. Orang yang bekerja dengan penuh tanggung jawab untuk membesarkan perusahaan sebenarnya memupuk kompetensi pribadi.

----- oOo -----


Penulis: 
Constantinus



Penulis adalah ilmuwan psikologi,
kandidat psikolog industri & organisasi,
praktisi manajemen sumberdaya manusia,
komisaris BPR Restu Group,
dan anggota Keluarga Sabuk Hitam INKADO Jawa Tengah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar