Senin, 30 Maret 2015

Jujur dan Apaadanya Adalah Kunci Sukses Dalam Wawancara Kerja


Pojok CS-KS
Cerita Santai, Karir, dan Seleksi " bersama Kang Franes








Begitu banyak Universitas dan lembaga pendidikan yang meluluskan para alumnus yang siap menjadi para pencari kerja baru  adalah tantangan yang terus dihadapi oleh pemerintah dalam mengentaskan masalah pengangguran.

Begitu sering kurikulum pembelajaran di ubah dengan harapan menghasilkan para alumnus yang siap kerja... namun.... nyatanya????  tetap saja banyak pengangguran....

Sebetulnya apa sih yang menyebabkan seseorang itu gagal dalam memasuki dunia kerja???

Ternyata sebagian besar para pencari kerja gagal ... adalah ketika saat wawancara kerja.  Mereka gagal meyakinkan user seberapa berharganya mereka... dan sangat rugi jika user tidak menerima mereka.....

Mungkin teman-teman sering ke toko buku, dan banyak menemukan kiat sukses untuk menembus wawancara... dari yang biasa-biasa sajah.... sampai dengan ada yang mengupas teknik wawancara lengkap dengan kunci jawabannya... hehehhehe.....

Melihat itu semua saya prihatin...
saya bukan tidak setuju dengan buku-buku tersebut.... namun  saya prihatin jika si pelamar menelan mentah-mentah isi buku tersebut.......

sebetulnya Kunci Kesuksesan dalam Wawancara adalah:
"Jujur dan Apaadanya"

Jujur disini artinya, jawablah semua pertanyaan yang diajukan pewawancara dengan lugas, sesuai kenyataan, dan tidak berbelit-belit.

dan Apaadanya disini artinya, jawablah pertanyaan yang diajukan dengan menceritakan seperlunya tidak mengada-ngada, dan tidak hyperbola......

-----oOo-----


Penulis: 
Franes Pradusuara, S.Pt., M.Si


Kang Franes memulai karirnya sebagai Praktisi Human Resources sejak 2011. 
Anggota  Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO).
 

GADO-GADO Cerita Hidup Bersama Pak Tinus - edisi 30 Maret 2015

GADO-GADO
Bersama : Pak Tinus
(Praktisi Psikologi Industri, Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Anggota Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO))

KOK KERJA DI BANK ? Ini adalah kalimat tanya yang paling sering diajukan orang kepada saya di tahun 1995 (dua puluh tahun yang lalu). Ketika itu, saya baru diterima sebagai karyawan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, padahal saya adalah Sarjana Perikanan lulusan Universitas Diponegoro. 

Saya hanya tersenyum semanis mungkin yang bisa saya lakukan untuk menghadapi pertanyaan itu. Saya tidak merasa perlu untuk menjawabnya. Mereka yang mengajukan pertanyaan itu kepada saya tidak memerlukan jawaban dari saya maupun dari Bank BNI yang mempekerjakan saya. Tepatnya, itu hanya pertanyaan iseng saja : Sarjana Perikanan kok bekerja di bank.

* * * 

"Apa kamu tidak ingin bekerja di bidang perikanan, sesuai pendidikan formalmu ?" tanya Slontrot kepada saya.

"Dulu ya ingin. Saya mendapat gelar Sarjana Perikanan tahun 1995 bulan Februari. Bulan Desember tahun yang sama saya diterima di Bank BNI. Waktu itu, lowongan kerja di bank terbuka lebar. Saya melamar dan diterima," jawab saya.

"Kamu pernah melamar di bidang perikanan ?" tanya Slontrot menyelidik.

"Pernah. Melamar di Perikanan Undip, tapi tidak diterima," jawab saya.

"Kamu tidak jengkel ? Tidak protes ? Katanya kamu lulus dengan predikat Cumlaude," tanya Slontrot lagi.

"Saat itu, jengkel iya. Protes tidak. Entah kenapa, meski kecewa, saya cenderung bisa menerima bahwa saya harus bekerja di bidang yang berbeda dengan pendidikan formal saya," jawab saya. "BERDAMAI DENGAN KEADAAN," kata saya lagi.

* * *

Ketika saya mengatakan kalimat BERDAMAI DENGAN KEADAAN, beberapa orang mengartikannya dengan MENYERAH. Padahal tidak ! 

Saya berdamai dengan keadaan artinya saya MENERIMA yang terjadi, BERSYUKUR kepada Tuhan, dan tetap BERJUANG secara nyata untuk MENYESUAIKAN DIRI dengan "dunia pekerjaan baru yang tidak sesuai dengan pendidikan formal" saya. 

"Seperti apa itu ?" tanya Slontrot.

Saya heran, kenapa Slontrot bisa muncul setiap saat dan di mana saja.

"Saya kuliah S-2 Manajemen. Jadi, meskipun S-1 saya di bidang Perikanan, S-2 saya di bidang Manajemen. Kenapa saya tidak mengambil S-2 Perikanan ? Karena saya BERDAMAI DENGAN KENYATAAN bahwa saya bekerja di bank," kata saya.

Slontrot mengangguk-anggukkan kepala.

"Saya memang harus hidup hemat untuk membayar kuliah S-2 saya waktu itu. Saya membatalkan rencana membeli mobil karena uangnya saya pakai untuk kuliah S-2. Saya yang memilihi dan memutuskan demikian," kata saya lagi.

Slontrot masih saja mengangguk-anggukkan kepala.

"Kamu sampai membatalkan rencana membeli mobil karena kamu memilih menggunakan uang tersebut untuk kuliah S-2 ?" tanya Slontrot.

"Ya," jawab saya.

* * * 

Saya waktu itu (menjelang lulus Sarjana Perikanan) juga punya Sertifikat Kursus Perbankan dan menjadi lulusan terbaik, serta mempunyai Sertifikat Programer Komputer (tahun 1994, yang populer adalah Programer dBase III+). 

Saya memang waktu itu belum tahu tentang BEI (Behavioral Evidence Interview) alias wawancara yang dilakukan oleh pihak perusahaan untuk menggali bukti nyata pada diri pelamar kerja. Namun sekarang, di tahun 2015 (yaitu 20 tahun sejak saya lulus kuliah S-1 Perikanan) sebagai seorang Praktisi Psikologi Industri saya menyadari bahwa ketika itu saya SUDAH MENUNJUKKAN BUKTI NYATA bahwa saya memang sudah MEMPERSIAPKAN DIRI untuk bekerja di bank : kursus programer komputer, kursus perbankan, dan saya mahir Bahasa Inggris (karena itu, saya di Bank BNI ditempatkan di Departemen Jasa Luar Negeri & Ekspor - Impor yang menjalankan transaksi dengan bank di luar negri, semuanya dengan sistem komputer).

* * *

Hidup memang penuh dengan suka duka. Banyak teman dari S-1 Perikanan Undip yang bekerja di bidang perikanan. Hanya sebagian yang bernasib seperti saya : bekerja di luar bidang perikanan. Ada yang menjadi politikus ternama di Indonesia, ada yang bekerja di bidang perbankan seperti saya (dan istri saya juga). Saya juga kenal baik seorang Insinyur Peternakan Universitas Gadjah Mada yang sekarang menjadi psikolog ternama di Semarang. 

"Untuk bisa berhasil di bidang yang digeluti, terutama yang tidak sesuai dengan pendidikan formal, maka kita harus tekun bekerja sekaligus belajar. Kenalan saya yang Insinyur Peternakan UGM itu kuliah lagi di bidang S-1 Psikologi dan S-2 Psikologi, sehingga kompetensinya tidak diragukan lagi. Begitulah artinya BERDAMAI DENGAN KEADAAN," kata saya kepada Slontrot,

Seperti tadi, Slontrot masih juga mengangguk-anggukkan kepalanya. 

* * *

Semoga sharing pengalaman di atas dapat membantu menumbuhkan semangat teman-teman yang sudah bekerja di bidang yang tidak sejalan dengan pendidikan formalnya, maupun bagi teman-teman yang saat ini sedang berjuang mencari pekerjaan.

Tentu saja, selain berusaha, harus tetap berdoa mohon berkat kepada Tuhan, karena semuanya adalah karena kasih karunia-Nya.

-----oOo-----

Penulis: 
Ir. Constantinus, M.M.


Pak Tinus sudah bekerja menjadi salesman sejak umur 19 tahun. 
Sejak tahun 2002 menjadi Praktisi Human Resources. Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi
 

Sabtu, 28 Maret 2015

Kenangan Indah Saat Rafting di Sungai Elo











-----oOo-----


Penulis: 
Franes Pradusuara, S.Pt., M.Si



Kang Franes memulai karirnya sebagai Praktisi Human Resources sejak 2011. Anggota  Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO

Jumat, 27 Maret 2015

Dunia Kerja Ini 'Panggung Sandiwara'

Obras (Obrolan Santai) bersama Linda
Serba-Serbi "Hubungan Industrial"

Dunia  Kerja  Ini  'Panggung  Sandiwara'

Dunia ini panggung sandiwara
Cerita yang mudah berubah
Kisah Mahabrata atau tragedi dari Yunani
Setiap kita dapat satu peranan
Yang harus kita mainkan
Ada peran wajar ada peran yang berpura-pura

Mengapa kita bersandiwara . .

Peran yang kocak bikin kita terbahak-bahak
Peran bercinta bikin orang mabuk kepayang
Dunia ini penuh peranan
Dunia ini bagaikan jembatan kehidupan

Mengapa kita bersandiwara . . . 

Sepenggal lagu 'Panggung Sandiwara' membuat kita nostalgia sejenak. Ingat, lagu ini bukan lagu 'tua' tapi lagu 'legendaris'.

Kiasan dalam lagu tersebut sarat akan makna. Panggung sandiwara bukan dalam artian isinya cuma 'bohong-bohongan' saja. Tapi, setiap orang mendapat peranan sebagai 'actor' untuk kegiatan kerja mereka dalam tugas yang mereka jalani. Sedangkan, ada yang berperan sebagai 'director' sebagai pengarah kegiatan para 'actor'. Semua peran yang dijalankan sesuai prosedur dan tugas mereka pun bisa berubah sesuai kebutuhan perusahaan. Asalkan kita bisa 'loyal' kepada pekerjaan kita, maka kita harus yakin apa yang kita lakukan adalah 'jembatan' kita untuk menentukan karir kita.


- Think Different -

-----oOo-----

Penulis : 
Linda Tetelepta, S.A.P



Alumni Universitas Diponegoro 
Anggota APIO

Kamis, 26 Maret 2015

Pengumuman Training Centre berubah menjadi PPSDM







PENGUMUMAN

Sejak 22 Maret 2015
BPR Restu Group 
telah memiliki 
Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia
"PPSDM"
sebagai pengganti Training Centre yang sudah ditiadakan.


"Sukses Selalu Untuk BPR Restu Group bersama PPSDM"

 



 --oOo---
 Penulis Oleh:
Happy Hapsari, S.H



Alumni Universitas Negeri Semarang
Anggota APIO




Rabu, 25 Maret 2015

Sebelum bertindak berpikirlah terlebih dahulu (Cadangan Pesangon Usia Pensiun)



Karyawan yang sudah diangkat tetap dan SK sudah keluar. Direksi harus memikirkan Cadangan Pesangon Usia Pensiun Karyawan tsb pada awal karyawan tetap di BPR. Direksi harus menanyakan ke SKAI, apakah cadangan Pensiun di BPR tersebut sudah mencukupi 100%.


Serta bagaimana rencana BPR tersebut dalam mengejar terpenuhinya Cadangan Pesangon Usia Pensiun bagi Karyawan Tetap yang sudah ada atau belum? Kalau belum, bagaimana rencana BPR tersebut dalam mengejar terpenuhinya 100% Cadangan Pesangon Usia Pensiun bagi Karyawan Tetap yang sudah terlanjur diangkat. Kalau Karyawan Tetap yang sudah terlanjur diangkat saja belum terpenuhi 100% Cadangan Pesangon Usia Pensiunnya, lha kok malah nambah mengangkat Karyawan Tetap lagi. Ya malah tambah susah membentuk 100% Cadangan Pesangon Usia Pensiunnya. Apakah ada BPR yang sudah memenuhi 100% Cadangan Pesangon Usia Pensiun bagi Karyawan tetapnya? Ada, Karyawan Tetapnya juga sudah banyak pula. Tetapi memang Direksi BPR ini punya komitmen untuk memenuhi 100% Cadangan Pesangon Usia Pensiun, dan sekarang sudah terpenuhi.


Kesimpulan : Jadi jika akan mengangkat karyawan tetap, maka Direksi itu harus memikirkan Cadangan Pesangon Usia Pensiunnya.

--oOo--


Penulis:

Rahmi Hardyastuti, S.Psi


Alumni  2013 - Universitas Islam Sultan Agung 
Anggota APIO

Selasa, 24 Maret 2015

Lima Belas Menit yang Sangat Berharga Untuk Karyawan


Pojok CS-KS
Cerita Santai, Karir, dan Seleksi " bersama Kang Franes




Gambar. 1.  Ponsel bahkan tidak pernah bisa lepas, 
 walaupun sedang di meja makan, lalu bagaimana jika di kantor???




Setiap harinya kita disibukan dengan pekerjaan rutin dan pekerjaan "dadakan".  Adakalanya kita jengkel  mendapati kenyataan bahwa pekerjaan kita seperti tidak ada jejaknya, tidak habis-habis.  namun, ketahuilah kawan... jika kalian bekerja di perusahaan yang pekerjaannya tidak pernah dapat anda "selesaikan" ada-lagi, ada-lagi... maka seharusnya anda beruntung... :)  itu tandanya perusahaan anda masih membutuhkan anda.... :)


Sesibuk apa pun saya di kantor, saya dan team saya selalu menyempatkan 15 menit di pagi hari dan sore hari untuk diskusi tentang apa yg akan dilakukan, dan apa yang telah dilakukan.  Hal tersebut bagi kami sangat bermanfaat, selain sebagai kontrol pencapaian kinerja juga bermanfaat sebagai tempat sharing antar anggota team (share kesulitan dan cara mengatasi masalah yg dihadapi tersebut).

Koordinasi tersebut sangat bermanfaat dalam memupuk kekompakan dalam team.  itulah yang saya maksud "Lima belas menit yang Sangat Berharga bagi kami"



--oo0oo--

Penulis: 
Franes Pradusuara, S.Pt., M.Si


Kang Franes memulai karirnya sebagai Praktisi Human Resources sejak 2011. 
Anggota  Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO).









Senin, 23 Maret 2015

GADO-GADO Cerita Hidup Bersama Pak Tinus - edisi 23 Maret 2015





GADO-GADO
Bersama : Pak Tinus
(Praktisi Psikologi Industri, Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Anggota Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi (APIO))








Keterangan Foto : Rumah Makan "Pempek Ny. Kamto - Palembang" di Jalan Ngesrep Timur, Tembalang, Semarang (jalan menuju Kampus Universitas Diponegoro Semarang)
(Foto oleh : Ir. Constantinus)

* * *

TOP OF MIND. Kata-kata ini berarti "apa yang pertama terlintas di pikiran orang ketika dia diminta menyebutkan merek suatu barang". Itulah yang saya pelajari di bangku kuliah ketika saya  masih belajar S-2 Magister Manajemen Bidang Pemasaran tahun 1998-2000. Artinya, itu sudah 15 tahun yang lalu (tulisan ini dibuat tahun 2015), tetapi sampai sekarang masih relevan. Misalnya, ketika saya ditanya tentang rumah makan yang menjual Pempek Palembang yang enak, maka saya langsung menjawab "Ny. Kamto".

* * *

"Itu 'kan untuk nama rumah makan. Kalau untuk kita sebagai karyawan, bagaimana ?" tanya Slontrot kepada saya.

"Sama saja. Pemilik perusahaan atau pewawancara atau atasan, rekan kerja, bahkan bawahan pasti punya Top of Mind tentang diri kita. Dan itu sanngat penting untuk kita ciptakan dan kita jaga," jawab saya.

"Maksudnya bagaimana ?" tanya Slontrot lagi.

"Maksudnya, jangan sampai orang punya Top of Mind yang jelek tentang diri kita," jawab saya. "Misalnya, jangan sampai orang punya Top of Mind bahwa diri kita adalah pemalas, ceroboh, dan sejenisnya".

"Tetapi bagaimana membuat Top of Mind yang baik itu ?"

"Dengan usaha yang sungguh-sungguh dan konsisten. Sebab kalau tidak, maka Top of Mind positif tidak akan terbentuk".

* * *

Salah satu rumah makan yang menurut saya melakukan usaha yang sungguh-sungguh dan konsisten untuk menciptakan Top of Mind yang baik adalah Rumah Makan "Pempek Ny. Kamto - Palembang". Di setiap rumah makannya, dipasang foto-foto bagus berukuran besar tentang proses pembuatan Pempek, lengkap dengan foto tentang besarnya ikan segar yang akan diproses menjadi Pempek. Juga ada foto tentang proses pembuatan pempek berisi telor (setiap pempek diisi dengan satu telor). Foto-foto ini membuat pembeli memiliki Top of Mind bahwa makanan yang dibelinya memang pempek berkualitas tinggi, bukan pempek biasa.

* * *

Perlu sekali untuk menciptakan dan menjaga Top of Mind. Selain kita harus memiliki KUALITAS, maka PENAMPILAN juga penting. Ketika saya membeli pempek, tentu yang saya makan adalah pempeknya (bukan fotonya). Tetapi foto yang bagus dan besar tentang proses pembuatan pempek membuat saya memiliki Top of Mind bahwa pempek yang saya beli dan saya makan adalah pempek yang berkualitas tinggi.

-----oOo-----

----oOo-----
Penulis: 
Ir. Constantinus, M.M.


Pak Tinus sudah bekerja menjadi salesman sejak umur 19 tahun. 
Sejak tahun 2002 menjadi Praktisi Human Resources. Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi