Senin, 20 April 2015

GADO-GADO Cerita Hidup Bersama Pak Tinus - edisi 20 April 2015

GADO-GADO
Bersama : Pak Tinus
(Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Anggota Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO))


MENJADI JUARA. Tidak semua orang pernah menjadi juara. Bisa jadi, karena memang tidak pernah ikut perlombaan / pertandingan / kejuaraan. Bisa jadi, karena pernah ikut perlombaan / pertandingan / kejuaraan dan memang tidak menang.


"Apakah orang harus pernah menjadi juara ?" tanya Slontrot kepada saya.


Saya melihat wajah Slontrot cemas. Dia memang tidak pernah menjadi juara apapun. Bahkan, lomba Balap Karung di tingkat RT (Rukun Tetangga) saat 17 Agustus-an pun dia kalah.


"Tidak. Semua orang berhak hidup di muka bumi ini, meskipun dia tidak pernah menjadi juara apapun," jawab saya.


Wajah Slontrot menjadi cerah.


* * * * *


Dalam minggu ini, saya bertemu dua orang teman lama. Yang satu teman SMP, namanya Rajianto, tapi biasa dipanggil Ho. Ho sekarang bekerja sebagai Juru Parkir di pinggir Jalan Sriwijaya - Kota Semarang. Sore itu, saya sedang jajan sate sapi bersama anak dan istri saya, ketika saya melihat Ho. Ho saya sapa, saya ajak ngobrol. Meski awalnya kikuk, lama-kelamaan dia bisa santai ngobrol dengan saya. Kepada anak dan istri, saya memperkenalkan Ho sebagai teman baik saya semasa sekolah di SMP Santo Bellarminus di Jalan Tegalsari VIII Semarang.


"Tinus murid yang pandai. Kalau saya, saya suka Matematika, tapi pikiran saya tidak nyampai," kata Ho kepada anak dan istri saya.


"Yang penting, kita semua bekerja secara halal, Ho. Jadi apapun, yang penting halal," kata saya kepada Ho.


* * * * *


Yang kedua, saya bertemu Nervy. Teman sewaktu sekolah di SD Pangudi Luhur Santo Yusup - Jalan MT Haryono Semarang ini tinggi semampai dan kulitnya putih. Ketika saya sekolah di SMA Kolese Loyola - Semarang, Nervy sekolah di SMA Sedes Sapientiae - Semarang. Nervy hidup mapan secara ekonomi bersama suami dan anaknya. Meski sejak tahun 1983 tidak pernah bertemu saya, Nervy langsung mengenali saya sebagai "murid yang pandai ketika di SD, tapi sakit ketika tes masuk SMP" (sehingga tidak diterima di SMP favorit yang dituju : SMP Pangudi Luhur Domenico Savio - Semarang).


Saya kaget juga, ternyata Nervy masih ingat tragedi itu : ketika saya sakit dan gagal seleksi masuk SMP Domenico Savio.


* * * * *


"Kamu sebenarnya mau cerita apa sih ?" tanya Slontrot.


"Bahwa hidup itu tidak selalu mulus. Bahwa yang terkenal pandai bisa saja tidak bisa masuk SMP favorit karena sakit, sedangkan yang biasa-biasa saja justru bisa diterima di SMP favorit," jawab saya.


Slontrot diam menyimak.


"Itu semua jalan yang ditentukan Tuhan," lanjut saya. "Kita harus ikhlas menjalani.


* * * * *


Ketika di SMA Kolese Loyola, menurut saya, saya adalah salah satu murid yang miskin secara ekonomi (di SMA ini, kami diajari mengatakan kondisi kami secara jujur dan apa adanya). Saya ke sekolah naik angkutan umum, sementara teman-teman naik sepeda motor bahkan diantar jemput dengan mobil. Di SMA ini, saya juga diberi beasiswa waktu kelas III, karena ayah saya kena PHK (pemutusan hubungan kerja) di tempat kerjanya. Setiap bulan saya diberi Rp 15.000,-. Yang Rp 5.000,- untuk membayar uang sekolah, yang Rp 10.000,- untuk uang transpor. Ini anugrah dari Tuhan.


* * * * *


Kita tidak usah cemas kalau tidak pernah jadi juara. Kita juga jangan sombong kalau sering jadi juara. Sebab, hidup itu ada pasang naik dan pasang surutnya. Yang penting, semua harus dijalani dalam doa dan mohon bimbingan Tuhan.


-----oOo-----
Penulis: 
Ir. Constantinus, M.M.


Pak Tinus sudah bekerja menjadi salesman sejak umur 19 tahun. 
Sejak tahun 2002 menjadi Praktisi Human Resources. Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar