Senin, 13 April 2015

GADO-GADO Cerita Hidup Bersama Pak Tinus - edisi 13 April 2015




Keterangan Foto :
Papan Petunjuk Arah dan Jarak Gunung-Gunung di Jawa Tengah
(Foto oleh : Ir. Constantinus)

* * * * *

GADO-GADO
Bersama : Pak Tinus
(Praktisi Psikologi Industri, Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Anggota Asosiasi Psikologi Industri & Organisasi (APIO))


PETUNJUK ARAH DAN JARAK. Pada saat kita berada di suatu tempat yang masih asing bagi kita, tentu kita sangat senang bila melihat papan petunjuk arah dan jarak. Umumnya, papan petunjuk arah dan jarak menuliskan nama dan jarak kota-kota terdekat / kota-kota penting. Bisa juga menuliskan nama-nama bangunan penting yang ada di dalam kota, seperti statiun, rumah sakit, museum, dan sebagainya. Pada gambar di atas, saya berkesempatan memotret papan petunjuk arah dan jarak yang menuliskan nama-nama gunung di Jawa Tengah.

* * * * *

"Gantungkanlah cita-cita setinggi bintang di langit. Pelaut memang tidak mungkin mencapai bintang di langit, tetapi dengan berpedoman pada bintang di langit, dia dapat menentukan arah kapal dengan benar dan sampai pada tempat tujuannya," demikian kira-kira kalimat Romo Mangunwijoyo, budayawan dan arsitek yang terkenal itu, dalam salah satu buku yang ditulisnya (saya sudah lupa, judulnya "Ragawidya" atau "Sadana", karena sudah lama sekali saya membaca buku yang saya beli tahun 1990-an itu, dan kedua buku itu sekarang saya tidak tahu ada di mana).

Intinya, petunjuk itu penting, karena membantu kita mencapai tujuan.

* * * * *

"Lha kalau untuk pekerjaan sehari-hari, apa ya perlu bikin petunjuk seperti itu ?" tanya Slontrot.

"Tentu," kata saya.

"Terus, harus kita buat pakai papan begitu ? Harus kita pasang di depan rumah kita ?" tanya Slontrot lagi.

"Ya tidak....," jawab saya.

"Kalau begitu, ditulis di mana, dan dipasang di mana ?" Slontrot makin penasaran.

"Di dalam hati kita," jawab saya.

"Wuih.....puitis sekali.... Ha....ha....ha....," Slontrot malah tertawa.

Saya jadi bingung : jawaban saya serius, kok dia malah menganggapnya lucu.

"Ini serius," kata saya dengan sungguh-sungguh.

Slontrot berhenti tertawa. 

"Kamu kalau menjawab yang jelas, dong.... Masak ditulis di hati kita, seperti remaja sedang jatuh cinta saja," kata Slontrot.

Saya paham sekarang. Seharusnya, saya tidak menggunakan kata-kata puitis untuk memberikan penjelasan kepada Slontrot. Dia harus dijelaskan dengan kata-kata yang denotatif, tidak kiasan.

"Bisa kita tulis di Buku Agenda kita. Bisa kita tulis di selembar kertas kemudian kita tempel di dinding kamar kita. Tidak usah dipigura kemudian dipasang di ruang tamu atau di depan rumah, nanti malah kita jadi kelihatan aneh," kata saya.

Kali ini, Slontrot mengangguk-anggukkan kepalanya.

* * * * *

Sejak masih sekolah di SMP dulu, sampai SMA, sampai kuliah, dan sampai sekarang saya sudah bekerja, saya biasa menuliskan "petunjuk arah dan jarak" seperti ini di selembar kertas kemudian menempelkannya di dinding kamar tidur saya. Isinya : kapan harus menyelesaikan tahapan demi tahapan apa untuk menyelesaikan program kuliah saya, atau apa saja yang saya pandang perlu untuk say renungi setiap pagi, karena program itu memakan waktu (dan harus dijalani secara terus-menerus) selama bertahun-tahun. Dengan demikian, saya tidak lupa bahwa ada tahapan-tahapan yang harus daya jalani dan kapan itu harus saya selesaikan. Kalaupun mulur atau meleset pelaksanaannya, saya bisa tahu seberapa jauh melesetnya dan apa yang harus saya lakukan untuk memperbaikinya.

* * * * *

Sudahkan kita semua membuat dan membaca "petunjuk arah dan jarak" yang kita buat sendiri sesuai dengan tujuan hidup dan keperluan kita masing-masing ?


-----oOo-----
Penulis: 
Ir. Constantinus, M.M.


Pak Tinus sudah bekerja menjadi salesman sejak umur 19 tahun. 
Sejak tahun 2002 menjadi Praktisi Human Resources. Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar