Senin, 27 April 2015

GADO-GADO Cerita Hidup Bersama Pak Tinus - edisi 27 April 2015

GADO-GADO
Bersama : Pak Tinus
(Praktisi Psikologi Industri, Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Anggota Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO))

(Foto : Buku Koleksi Pribadi)

BERAPA BUKU YANG SAYA BELI BULAN INI ? Pertanyaan ini selalu saya ajukan kepada diri saya setiap akhir bulan. Tentu saja, kalau membeli buku, ya harus dibaca.

"Kamu membaca semua buku yang kamu beli ?" tanya Slontrot, penuh dengan rasa ingin tahu.

"Ya," jawab saya.

"Semuanya ?" tanya Slontrot lagi. Tatap matanya menunjukkan ketidakpercayaan. Dia tahu saya punya banyak "buku babon" alias buku yang tebal-tebal yang ditulis oleh para Profesor di bidang Psikologi, Hukum, atau Manajemen dari berbagai Universitas di luar negeri dan dalam negeri.

"Iya, saya baca semuanya," jawab saya lagi,

"Dari depan sampai belakang ? Semuanya ?" Slontrot masih penasaran.

"Tidak. Saya membaca denga menggunakan Daftar Isi yang ada di bagian depan buku. Saya baca bagian-bagian yang sedang saya pelajari atau saya gunakan untuk menyusun laporan kuliah. Bagian-bagian yang lain saya baca di lain kali, sesuai kebutuhan saya dalam mempelajari bab itu atau membuat laporan kuliah tentang bab itu," saya memberikan uraian panjang lebar.

"O.... Jadi begitu cara membacanya, ya ? Memakai Daftar Isi yang ada di depan buku," Slontrot mengangguk-anggukkan kepalanya, tanda dia sudah mulai paham

* * * * *

Entah itu "buku babon" (biasanya tebal-tebal, harganya Rp 200.000 ke atas), entah itu buku pengetahuan populer (biasanya tipis-tipis, harganya mulai dari Rp 50.000-an), membeli dan membaca buku memang harus DIBIASAKAN sejak masih muda.

"Memang kamu mulai beli buku sendiri waktu kelas berapa ?" tanya Slontrot.

"Masih SMP kelas II. Saya menabung uang jajan saya, memilih tidak jajan supaya bisa membeli buku. Saya membeli buku MANUSIA DAN SENI tulisan Y.B.Mangunwijaya, harganya waktu itu di tahun 1985 masih Rp 2.500,-. Buku ini sebenarnya bacaan mahasiswa filsafat dan seni. Dengan cara menabung uang jajan, saya membeli buku dengan judul MENGARANG ITU GAMPANG tulisan Arswendo Atmowiloto, harga di tahun 1985 juga Rp 2.500,-. Lalu, dengan cara yang sama pula, saya membeli buku yang berjudul PROSES KREATIF yang disusun oleh Pamusuk Eneste sebagai editornya," saya menjawab pertanyaan Slontrol sekaligus bernostalgia.

"Wah, kamu memang penggemar buku, ya ?" komentar Slontrot.

"Boleh dibilang begitu. Dan jangan salah paham, saya waktu itu hidup dalam kondisi keuangan serba pas-pasan, karena ayah saya hanya karyawan biasa yaitu sopir di perusahaan swasta, ibu saya adalah ibu rumah tangga. Di rumah, saya tidak punya televisi, kulkas, apalagi telepon. Saya tidak malu mengatakan bahwa saya termasuk golongan ekonomi menengah ke bawah. Saya tentu saja tidak punya sepeda motor, lha sepeda saja saya tidak punya. Kalau mau nonton televisi, saya numpang nonton di rumah saudara yang masih satu RT. Tapi saya tetap menabung dan bisa membeli buku," jawab saya.

"Memang ada manfaatnya buat kamu ?" tanya Slontrot.

"Tentu saja. Saya biasa menyisihkan uang untuk membeli buku, dan membaca buku-buku yang saya beli. Ketika SMA dan kuliah, hal ini masih terus saya lakukan. Sampai sekarang juga. Saya menulis di dinding kamar saya waktu SMS dulu, tulisan KERE YO BEN, SING PENTING DUWE BUKU (Bahasa Jawa, artinya : Biarpun Miskin, Yang Penting Punya Buku). Kalau ada masalah, saya bisa mengatasinya karena saya punya pengetahuan yang saya dapat dari buku yang saya baca. Tentu saja dengan doa. Ibu saya berpesan, kalaupun saya miskin, saya harus berilmu. Dan berilmu itu berarti punya dan membaca buku," cerita saya kepada Slontrot.

* * * * *

Di era sekarang yang serba internet, popularitas buku tentu saja terpengaruh. Orang ----- termasuk saya ----- bisa mendapatkan banyak pengetahuan dari internet, tidak harus membaca apalagi membeli buku seperti dulu di tahun 1980-an. Kalau begitu, masih perlukan membeli buku ?

Saya tidak bisa menjawab dengan pasti, karena hal ini tergantung selera masing-masing orang. Tetapi saya sendiri masih membeli buku setiap bulannya, dan membaca buku-buku tersebut. Membaca di internet tentu juga saya lakukan, tetapi membaca buku menurut saya tetap diperlukan (terutama buku-buku "babon" yang ditulis para Profesor peneliti di bidangnya masing-masing).

Mari kita selalu MENYISIHKAN UANG untuk membeli buku, dan MELUANGKAN WAKTU untuk membaca buku. Sebab, dengan demikian kita mendidik diri kita sendiri untul DISIPLIN menambah pengetahuan kita (meskipun kita sudah bekerja / sudah tidak sekolah atau kuliah lagi).

-----oOo-----  


Penulis: 
Ir. Constantinus, M.M.


Pak Tinus sudah bekerja menjadi salesman sejak umur 19 tahun. 
Sejak tahun 2002 menjadi Praktisi Human Resources. Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar