Senin, 22 Juni 2015

GADO-GADO Cerita Hidup Bersama Pak Tinus - edisi 22 Juni 2015

GADO-GADO
Bersama : Pak Tinus
(Praktisi Psikologi Industri, Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Anggota Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi (APIO))

(Foto : Hotel IBIS mempunyai beberapa "kelas" hotel dengan nama yang berbeda, untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang berbeda-beda. Pasti ada orang dengan kualifikasi salesman yang mengatur langkah-langkah seperti ini, termasuk tentang teknis promosi lewat mobil. Memang, promosi merupakan bagian dari MARKETING MIX, tetapi orang MARKETING tanpa kualifikasi SELLING (pernah menjadi SALESMAN) akan "garing" dalam menyusun dan menjalankan program bisnis)

* * * * *

SALESMAN. Itulah kata yang secara tegas dan jelas saya ucapkan, ketika ada orang yang bertanya kepada saya, tentang pekerjaan saya. 

Benar bahwa di usia 19 tahun, saya sudah mendirikan dan menjalankan Lembaga Bimbingan Belajar milik saya sendiri (bersama pacar saya, yang sekarang menjadi istri saya).

Benar bahwa di usia 25 tahun sampai 28 tahun saya bekerja sebagai pegawai tetap di Bank BNI dengan NPP 21375.

Benar bahwa di usia 29 tahun sampai 32 tahun saya bekerja di salah satu perusahaan milik Texmaco Group di Jakarta, sebuah perusahaan multinasional dengan banyak anak perusahaan di seluruh dunia.

Dan benar bahwa di usia 32 tahun sampai sekarang ini, saya bekerja sebagai Praktisi Psikologi Industri dan menjadi Komisaris Independen di sebuah group Bank Perkreditan Rakyat yang terkemuka di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Tetapi, saya tetaplah seorang SALESMAN. Itulah KUALIFIKASI UTAMA saya.

"Lho, kok kamu malah ngaku salesman. Itu 'kan tidak bergengsi. Orang-orang sekarang memakai istilah MARKETING atau FINANCIAL CONSULTANT supaya lebih bergensi," protes Slontrot.

Saya hanya tersenyum. "Itulah masalahnya," kata saya kepada Slontrot. "Mereka tidak bangga dengan kualifikasi SALESMAN. Padahal, pekerjaan mereka 'kan tetap berjualan juga, 'kan ?"

Slontrot mengangguk-anggukkan kepala.

"Salesman itu adalah kualifikasi yang sangat saya cintai. Sejak saya masih turun tangan langsung BERJUALAN secara DOOR TO DOOR dengan BERJALAN KAKI dalam arti yang sesungguhnya di usia 19 tahun, saya selalu bangga dengan menyebut diri saya sebagai SALESMAN. Kenapa ? Karena saya memang seorang PENJUAL PROFESIONAL, yang mendapat penghasilan dari berjualan memenuhi kebutuhan konsumen".

Entah, hanya ada berapa persen siswa SMA / sederajat dan mahasiswa yang bercita-cita menjadi SALESMAN. Perkiraan saya, tidak banyak. Pada umumnya, orang ini bekerja di kantor yang tidak kepanasan dan tidak kehujanan, yang tempat kerjanya ber-AC, yang tidak dikejar target penjualan yang selalu meningkat, dan karena itu TIDAK TERANCAM DIPECAT dari perusahaan.

Benarkah demikian ? Bagaimana kalau para SALESMAN tidak bisa berjualan sesuai target ? Bukankah perusahaan itu akan surut dan akhirnya bangkrut ? Dan bukankah itu juga berarti juga karyawan non salesman akan kena pecat juga, sebab perusahaan surut / mau bangkrut ? Jadi, kalau diartikan bahwa non salesman aman dari pemecatan, tidak benar juga.

"Tapi 'kan jadi karyawan di kantor tidak kepanasan dan tidak kehujanan, 'kan ?" kata Slontrot.

"Itu karena kamu melihatnya hanya sepotong-sepotong. Apa memang tujuan kamu bekerja hanya biar tidak kehujanan dan tidak kepanasan saja ? Jadi salesman itu BANYAK ENAKNYA juga. Insentifnya besar kalau hasil kerjanya bagus, sehingga PENDAPATAN salesman yaitu gaji plus insentif pasti lebih besar dari staf non salesman. Selain itu, KEPEMIMPINAN di PERUSAHAAN hampir pasti dipegang oleh karyawan dengan kualifikasi SALESMAN di awal kerjanya. Mengapa ? Sebab bisnis itu yang PALING MENDASAR adalah BERJUALAN, dan itu dilakukan oleh orang-orang SALES, apapun levelnya....entah staf, supervisor, manajer, bahkan sampai direktur sekalipun," kata saya.

"Lha kamu 'kan jadi Praktisi Psikologi Industri. Apa hubungannya dengan latar belakang kamu sebagai salesman ?" tanya Slontrot.

"O.... Hubungannya erat sekali. Sebagai orang dengan kualifikasi salesman, saya menggunakan keahlian saya sebagai salesman untuk melakukan penawaran dan negosiasi gaji dengan pelamar kerja potensial.... Saya juga menggunakan keahlian salesman untuk menjual ide dalam melakukan pembenahan sistem di perusahaan, dan bahkan pada saat melakukan pemutusan hubungan kerja kepada karyawan secara HUMANIS dan SESUAI UNDANG-UNDANG Ketenagakerjaan," jawab saya.

"O.... Dengan begitu, tidak terjadi gejolak, ya ?" tanya Slontrot.

"Iya. Pengusaha senang, karena bisa diyakinkan. Karyawan juga senang, karena bisa diyakinkan. Tetapi memang semuanya itu perlu keahlian SALESMANSHIP dan sesuai UNDANG-UNDANG," jawab saya.

"Lha kalau ada karyawan yang sudah terlanjur belum pernah menjadi salesman, tetapi ingin mempelajari SELLING / SALESMANSHIP, bagaimana ?" tanya Slontrot.

"Memang tidak sekomplit kalau pernah praktek menjadi salesman, tetapi membaca buku tentang SELLING / SALESMANSHIP. Atau dengan mengikuti seminar tentang SELLING / SALESMANSHIP. Atau dengan menonton video tentang SELLING / SALESMANSHIP. Ada banyak cara," jawab saya.

Memang, mungkin Anda sudah terlanjur tidak pernah menjadi salesman. Tetapi mempelajari pengetahuan dan kepribadian salesman akan sangat bermanfaat bagi Anda, apapun pekerjaan dan jabatan Anda, karena Anda mahir dalam menjual ide atau apapun kepada relasi atau rekan kerja Anda.

-----oOo-----
Penulis: 
Ir. Constantinus, M.M.


Pak Tinus sudah bekerja menjadi salesman sejak umur 19 tahun. 
Sejak tahun 2002 menjadi Praktisi Human Resources. Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar