Sabtu, 18 November 2017

Besarnya Pengaruh Pasangan Hidup Karyawan / Karyawati terhadap Produktivitas di Tempat Kerja



Pojok Psikologi Industri





Besarnya Pengaruh Pasangan Hidup Karyawan / Karyawati 
terhadap Produktivitas di Tempat Kerja


Oleh :
Constantinus
(Ilmuwan Psikologi & Praktisi HR)



Suatu ketika, saya diajak ngobrol santai oleh seorang teman tentang pengaruh pasangan hidup karyawan / karyawati terhadap kemajuan perusahaan.

"Oh, itu jelas sangat penting !"kata saya.

"Lho, kok bisa ?" teman saya menimpali kata-kata saya. "Yang bekerja di perusahaan 'kan karyawan / karyawati ? Yang memajukan perusahaan tentunya karyawan / karyawati !"

*****

     Itulah kenyataan yang masih saja terjadi di (beberapa) perusahaan : dengan pandangan yang sempit melihat bahwa yang memajukan perusahaan adalah karyawan / karyawatinya. Padahal, pasangan hidup sangat besar pengaruhnya dalam memotivasi karyawan / karyawati untuk bekerja dengan baik (atau tidak baik),, bahkan untuk meniti karir di perusahaan itu (atau pindah ke perusahaan lain).

*****

"Saya punya kisah nyata," kata saya. "Ada seorang karyawan bagian penjualan yang bekerja dengan baik sehingga mendapatkan promosi jabatan menjadi supervisor."

Saya berhenti sejenak, memperhatikan teman saya. Dia menyimak cerita saya.

"Sebagai supervisor, dia harus lebih banyak kerja lembur,"saya menjelaskan. "Di sini masalah muncul, karena istrinya takut sendirian di rumah ketika malam hari !"

"Ah, masa' begitu ?"tanya teman saya dengan nada tidak percaya.

"Kenyataannya begitu," kata saya. "Supervisor baru itu lambat tapi pasti mulai jarang lembur. Produktivitasnya jadi menurun. Anak buahnya minta pindah ke supervisor lain, karena supervisor lain mendampingi anak buah ketila lembur."

"Lalu, apa yang terjadi ?"tanya teman saya.

"Supervisor yang istrinya takut ditinggal lembur itu kembali menjadi staf penjualan lagi, dan akhirnya malah mengundurkan diri," jawab saya.

*****

     Apa yang bisa ditarik dari cerita di atas adalah : manajemen jangan berpandangan sempit dengan memfokuskan perhatian pada karyawan / karyawati saja, dan melupakan bagaimana kesiapan istri / suaminya.

"Apa kisah nyata seperti itu banyak terjadi ?"tanya teman saya.

"Ya," jawab saya. "Karyawan / karyawati yang baik akan menjadi tidak baik ketika istri / suaminya tidak lagi memberi dukungan untuk bekerja dengan baik. Cepat atau lambat, karyawan / karyawati yang tidak mendapat dukungan dari pasangan hidupnya, menjadi tidak produktif, dan bahkan akhirnya mengundurkan diri. Itulah sebabnya, manajemen harus mengukur dan memperhatikan dukungan istri / suami karyawan / karyawati."

----- oOo -----


Penulis: 
Constantinus



Pak Tinus sudah bekerja menjadi salesman sejak umur 19 tahun. 
Sejak tahun 2002 menjadi Praktisi Human Resources.
 Anggota Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) dan 
Asosiasi Psikologi Industri dan Organisasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar